Senin, 11 Februari 2008

Pak Harto

Bu Tien lagi ngantuk ………
Setiap mendengar Soeharto, bekas penguasa Orde Baru itu, masuk rumah sakit, maka yang muncul di benak saya adalah pertanyaan konyol: sedang ada perkara apa di Cendana? Soeharto, telah mengajarkan kepada saya (juga banyak orang), untuk tidak mudah percaya pada apa yang bisa dilihat dan didengar. Bagi saya, Soeharto adalah pembuat cerita terbaik di dunia. Kalau saja Shakespeare, Beckett, Chekov atau Tolstoy masih hidup, beliau-beliau pasti memilih pensiun dini jadi pujangga.

Soeharto, terlalu sering memancing kita untuk selalu menerapkan ilmu othak-athik gathuk, menghubung-hubungkan berbagai peristiwa atau kejadian untuk membuat kesimpulan yang seolah-olah menjadi benar. Teka-teki selalu ditebar. Gerak bibir dan raut wajah The Smiling General itu, pun selalu melahirkan multitafsir. Hanya orang-orang yang paham kultur Jawa ningratlah yang bakal paham apa maunya Pak Harto.

Karena itulah, teori konspirasi seolah-olah menjadi pantas dan satu-satunya alat yang bisa dipakai sebagai pijakan menganalisa berbagai persoalan. Batuk pun bisa memiliki banyak makna. Sehingga, sakit atau kunjungan ke rumah sakit pun cenderung saya prasangkai sebagai tindakan pura-pura, apalagi bila kunjungan berobat itu terjadi hampir berdekatan dengan rencana persidangan kasus-kasus masa lalunya.

Secara pribadi, saya ingin Soeharto segera sehat, dan segar bugar kembali. Syukur, penyakit short memory syndrom-nya segera hilang. Kesehatan menjadi penting, karena faktor itu yang selalu dijadikan sebagai alibi untuk penghentian proses peradilan seperti dimaui orang-orang Partai Golkar . Soal dosa dan kesalahan masa lalunya lantas dimaafkan, itu soal lain. Dalam hal ini, saya ma’mum apa kata Gus Dur saja.

Kini, saya sudah paham. Tak ada indikasi Pak Harto pura-pura sakit. Kondisi kesehatannya, bahkan memang agak mengkuatirkan alias gawat , sehingga Bu Menteri Kesehatan pun menyatakan siaga satu bagi Tim Dokter . Belum ditambah lagi informasi yang saya peroleh Selasa (8/1) siang, bahwa Pemerintah Provinsi Jawa Tengah sudah menggelar rapat persiapan, kalau-kalau Pak Harto wafat dalam waku dekat.

Rapat dadakan yang digelar di Semarang, Minggu (5/1) siang, bahkan sudah sampai pada tahap bagi-bagi tugas. Kabarnya, rapat dilakukan karena Markas Besar TNI sudah mengirimkan surat berisi protokoler bila sewaktu-waktu Pak Harto berpulang.

Kota Surakarta, misalnya, kebagian mengurus ketersediaan kamar bagi tamu-tamu penting, termasuk langkah-langkah pengamanan para kepala negara, duta besar dan wakil-wakil pemerintah asing yang akan datang takziah. Juga, mengkoordinasikan pengusaha bunga segar yang bakal ketiban pekerjaan dadakan, membuat karangan bunga dalam jumlah sangat besar, dalam waktu yang –pasti- sangat singkat!

Begitulah kerepotan banyak pihak menyikapi kondisi kesehatan Pak Harto. Suka atau tidak, dia termasuk orang superpenting di republik ini. Masa lalunya yang otoriter membuat banyak pihak dirugikan. Pelanggaran hak asasi manusia banyak terjadi, utang luar negeri juga meninggi. Namun, ia juga memiliki banyak prestasi. Indonesia pernah gemilang dan kaya raya pada masa booming minyak, meski banyak pula keuntungan yang diselewengkan banyak orang.

Kini, ada baiknya kita mendoakan Soeharto agar segera sembuh, sehat total seperti 20 tahun silam. Kita menanti senyum dan lambaian tangan Pak Harto di tengah-tengah proses persidangannya. Salah atau benar, biarlah proses peradilan yang menentukan. Dengan begitu, Pak Harto bisa tenang selama madeg pandhita kanthi tentrem, kalis ing sambikala dan menikmati pensiun dengan riang sambil ngemong anak-putu. Dan, kalau sewaktu-waktu takdir Allah sudah jatuh tempo, maka Pak Harto juga mencapai tataran khusnul khotimah

Tidak ada komentar: